Makalah Komunikasi Terapiutik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Komunikasi terapeutik merupakan salah satu
cara untuk memberikan informasi yang akurat dan membina hubungan saling percaya
dengan klien sehingga klien akan merasa puas dengan pelayanan keperawatan yang diterimanya.
Pada pasien gawat darurat perlu memperhatikan teknik-teknik dan tahapan baku
komunikasi terapeutik yang baik dan benar.
Komunikasi
terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia
dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan di rumah sakit, sehingga komunikasi harus dikembangkan secara
terus – menerus ( Kariyo, 1998 ). Hubungan antara perawat dan klien yang
terapeutik bisa terwujud dengan adanya interaksi yang terapeutik antar
keduanya, interaksi tersebut harus dilakukan sesuai dengan tahapan – tahapan
baku interaksi terapeutik perawat klien, tahapan itu adalah tahap pre orientasi, tahap
orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi ( Stuart and Sunden.1998 ). Pelayanan kesehatan menggunakan komunikasi
yang langsung seperti pelayanan kesehatan, rumah sakit merupakan tempat untuk
mendapatkan pelayanan baik yang bersifat medik maupun keperawatan.
Gawat
Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera
guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun
2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak
mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan
segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak
mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat /
kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.
Dalam
pelaksanaan tindakan denagn klien gawat darurat perawat perlu melakukan komunikasi
terapeutik pada klien harus dengan jujur, memberikan gambaran situasi yang
sesunguhnya sedang terjadi dengan tidak menambahkan kecemasan dan memberikan
suport verbal maupun non verbal . Klien dapat merasakan puas ataupun tidak puas
apabila klien sudah mendapatkan pelayanan kesehatan yang diberikan petugas di IGD, baik yang
bersifat fisik, kenyamanan dan keamanan serta komunikasi terpeutik yang baik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan
masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas yaitu:
1.2.1 Apa
pengertian komunikasi ?
1.2.2 Apa
pengertian komunikasi terapeutik?
1.2.3 Apa
saja komponen komunikasi?
1.2.4 Apa
saja factor-faktor yang mempengaruhi komunikasi?
1.2.5 Apa
saja jenis komunikasi?
1.2.6 Bagaimana
aplikasi komunikasi dalam keperawatan?
1.2.7 Bagaimana
komunikasi dalam hubungan terapeutik perawat-klien?
1.2.8 Apa
pengertian gawat darurat?
1.2.9 Bagaimana
konsep dasar keperawatan gawat darurat?
1.2.10 Bagaimana
komunikasi dalam SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)?
1.2.11 Apa
tujuan komunikasi pada gawat darurat?
1.2.12 Bagaimana
fase-fase dalam komunikasi terapeutik gawat darurat?
1.2.13 Bagaimana
prinsip komunikasi gawat darurat?
1.2.14 Bagaimana
teknik komunikasi gawat darurat?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan
penulisan yang dapat diambil dari rumusan masalah diatas yaitu:
1.3.1 Untuk
mengetahui pengertian komunikasi.
1.3.2 Untuk
mengetahui pengertian komunikasi terapeutik.
1.3.3 Untuk
mengetahui komponen komunikasi.
1.3.4 Untuk
mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi komunikasi.
1.3.5 Untuk
mengetahui jenis komunikasi.
1.3.6 Untuk
mengetahui aplikasi komunikasi dalam keperawatan.
1.3.7 Untuk
mengetahui komunikasi dalam hubungan terapeutik perawat-klien.
1.3.8 Untuk
mengetahui pengertian gawat darurat.
1.3.9 Untuk
mengetahui konsep dasar keperawatan gawat darurat.
1.3.10 Untuk
mengetahui komunikasi dalam SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu).
1.3.11 Untuk
mengetahui tujuan komunikasi pada gawat darurat.
1.3.12 Untuk
mengetahui fase-fase dalam komunikasi terapeutik gawat darurat.
1.3.13 Untuk
mengetahui prinsip komunikasi gawat darurat.
1.3.14 Untuk
mengetahui teknik komunikasi gawat darurat.
1.4 MANFAAT PENULISAN
Adapun
manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
a. Manfaat teoritis: Secara
teoritis makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan tentang materi.
b. Manfaat praktis
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiwa
dapat mengetahui dan memahami mengenai materi Komunikasi Terapeutik dalam
Keadaan Gawat Darurat.
2. Bagi
Dosen
Dosen
dapat menilai kinerja mahasiwa dalam pembuatan makalah khususnya tentang materi
Komunikasi Terapeutik dalam Keadaan Gawat Darurat, serta dosen dapat memberikan
materi bukan hanya dengan teori tetapi juga dengan pemecahan masalah yang di
tuangkan dalam bentuk makalah.
1.5 METODE PENULISAN
Adapun
metode penulisan dalam penulisan makalah ini adalah:
Metode yang digunakan
penulis dalam penyusunan makalah yang berjudul “Komunikasi Terapeutik dalam
Keadaan Gawat Darurat” ini berdasarkan
informasi didapat dari jaringan internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
KOMUNIKASI
Dalam
kata communis terdapat makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu
usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna. Jadi, Komunikasi
adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak
kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal
yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal
yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan
menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya
tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut
komunikasi nonverbal. Komunikasi dapat terjadi
jika ada persamaan antara penyampaian pesan dengan orang yang menerima pesan.
Pengertian
Komunikasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI terbitan Balai Pustaka,
2002), komunikasi adalah: (1)
Pengiriman dan
penerimaan pesan antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat
dipahami, hubungan, kontak. (2). Perhubungan.
Secara ilmiah, berikut saya lampirkan
pandangan beberapa ahli tentang pengertian komunikasi:
A.
Hafield Cangara
Hafield
menyatakan suatu definisi baru mengenai pengertian komunikasi, ia
menyatakan bahwa “komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih
melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya
akan tiba pada saling pengertian”.
B.
Everett M. Rogers
Everett
berpendapat bahwa “Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada suatu penerima, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka
atau penerima”.
C.
Onong Uchjana Effendy
Ia
mengungkapkan pengertian dari komunikasi adalah “proses penyampaian
pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain”. Pikiran tersebut bisa
merupakan informasi, gagasan, opini, dll yang muncul dari pikirannya sendiri.
D.
Deddy Mulyana (2005)
mengkategorikan definisi-definisi tentang komunikasi dalam tiga konseptual
yaitu:
Komunikasi sebagai tindakan satu arah
Suatu pemahaman komunikasi sebagai penyampaian pesan
searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang)
lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat
(selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Pemahaman komunikasi
sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi
tatap muka, namun
tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi publik (pidato) yang tidak
melibatkan tanya jawab. Pemahaman komunikasi dalam konsep ini, sebagai definisi
berorientasi-sumber. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi semua
kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan
untuk membangkitkan respon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap
suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan
komunikator, seperti menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuk untuk
melakukan sesuatu.
Beberapa
definisi komunikasi dalam konseptual tindakan satu arah:
A.
Everet
M. Rogers: komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber
kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku.
B. Gerald R.
Miller: komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada
penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.
C. Carld R. Miller:
komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan
rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain
(komunkate).
D. Theodore M.
Newcomb: Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi
terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada peneria
2.2 KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komunikasi telah
dilakukan manusia, sejak bayi berada dalam kandungan sampai dengan kematian,
sehingga bisa dikatakan komunikasi mempunyai umur yang sama tuanya dengan umur
kehidupan manusia. Semua tingkah laku merupakan komunikasi (verbal maupun non
verbal) dan semua komunikasi akan mempengaruhi tingkah laku, sehingga
komunikasi pada dasarnya dapat menjadi suatu alat untuk memfasilitasi hubungan terapeutik
atau malahan dapat berfungsi sebagai penghalang terhadap tumbuhnya hubungan
yang terapeutik. Fasilitas komunikasi bertujuan untuk memulai, membangun dan
membina keterlibatan dan hubungan saling percaya (Wilson & Kneist,1983).
Hakekat komunikasi
a.
Komunikasi merupakan alat untuk
membangun hubungan terapeutik.
b.
Komunikasi merupakan alat bagi perawat
untuk mempengaruhi tingkah laku klien dan kemudian untuk mendapatkan
keberhasilan dalam intervensi keperawatan.
c.
Komunikasi merupakan hubungan itu
sendiri, dimana tanpa komunikasi tidak mungkin terjadi hubungan terapeutik
perawat-klien.
2.3
KOMPONEN KOMUNIKASI
Komunikasi mempunyai 6
komponen yaitu (Potter & Perry, 1993):
A.
Komunikator : penyampai informasi atau
sumber informasi.
B.
Komunikan : penerima informasi, pemberi
respon terhadap stimulus.
C.
Pesan : gagasan, pendapat, stimulus,
fakta, informasi.
D.
Media : saluran yang dipakai untuk
menyampaikan pesan.
E.
Kegiatan “encoding” : perumusan pesan
oleh komunikator.
F.
Kegiatan “decoding” : penafsiran pesan
oleh komunikan.
2.4 FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI
Proses
komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Potter & Perry, 1993):
A. Perkembangan
Agar dapat
berkomunikasi efektif dengan perawat harus mengerti pengaruh perkembangan usia
baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir dari orang tersebut. Cara
berkomunikasi pada usia remaja dengan usia balita tentunya berbeda, pada usia
remaja, anda barangkali perlu belajar bahasa “gaul” mereka sehingga remaja yang
kita ajak bicara akan merasa kita mengerti mereka dan komunikasi diharapkan
akan lancar.
B.
Persepsi
Persepsi adalah
pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi
ini. dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat
mengakibatkan terhambatnya komunikasi.
C.
Nilai
“Nilai adalah
bandar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk menyadari
nilai seseorang. Perawat perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi
nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien.
Dalam hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai
pribadinya.
D.
Latar Belakang Sosial Budaya Bahasa dan gaya
komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan
membatasi cara bertindak dan berkomunikasi seseorang.
E.
Emosi
Emosi merupakan
perasaan subyektif terhadap suatu kejadian, seperti marah dan sedih akan dapat
mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu
mengkaji emosi klien dan keluarganya sehingga perawat mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat juga perlu mengevaluasi emosi pada
dirinya agar dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi
dibawah sadarnya.
F.
Jenis Kelamin
Setiap jenis
kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda-beda. Tanned (1990) menyebutkan
bahwa wanita dan laki-laki mempunyai perbedaan gaya komunikasi. Dari usia 3
tahun wanita ketika bermain dalam kelompoknya menggunakan bahasa untuk mencari
kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta membangun dan mendukung keintiman, sedangkan
laki-laki menggunakan bahasa untuk mendapat kemandirian diri aktivitas
bermainnya, di mana jika mereka ingin berteman maka mereka melakukannya dengan
bermain.
G.
Pengetahuan
Tingkat
pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang yang tingkat
pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa
verbal dibanding dengan tingkat pengetahuan tinggi. Perawat perlu mengetahui
tingkat pengetahuan klien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan
akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien.
H.
Peran dan hubungan
Gaya komunikasi
sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang berkomunikasi. Cara
komunikasi seseorang perawat dengan koleganya, dengan cara komunikasi seorang
perawat pada klien akan berbeda tergantung perannya. Demikian juga antara guru
dengan murid.
I.
Lingkungan
Lingkungan
interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana bising, tidak ada
privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidaknyamanan.
J.
Jarak
Jarak dapat
mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan kontrol.
Dapat dimisalkan dengan individu yang merasa terancam ketika seseorang tidak
dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya. Hal itu
juga yang dialami oleh klien pada saat pertama kali berinteraksi dengan
perawat. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan jarak yang tepat pada saat
melakukan hubungan dengan klien.
2.5 JENIS
KOMUNIKASI
A. Komunikasi
Verbal
Hal yang perlu
diperhatikan dalam komunikasi Verbal (Leddy, 1998) :
1.
Masalah tehnik
Seberapa akurat komunikasi tersebut
dapat mengirimkan simbol dari komunikasi.
2. Masalah
semantic
Seberapa tepat simbol dalam mengirimkan
pesan yang dimaksud.
3. Masalah
pengaruh
Seberapa efektif arti yang diterima
mempengaruhi tingkah laku.
Menurut Ellis dan
Nowlis (1994) hal yang diperhatikan dalam komunikasi verbal :
1.
Penggunaan bahasa : kejelasan,
keringkasan, dan sederhana.
2.
Kecepatan
3.
Voice tone : menunjukkan gaya dari
ekspresi yang digunakan dalam bicara dan dapat merubah arti dari kata.
B. Komunikasi
Non Verbal
Komunikasi
non verbal merupakan komunikasi yang tidak melibatkan bicara dan tulisan.
Sebesar 90% dari arti komunikasi berasal dari komunikasi non verbal (Hunsaker cit.Leddy,
1998). Adapun tujuan dari komunikasi non verbal (Stuart & Sundeen, 1995)
adalah :
1.
Mengekspresikan emosi
2.
Mengekspresikan tingkah laku
interpersonal
3.
Membangun, mengembangkan dan memelihara
interaksi sosial
4.
Menunjukkan diri terlibat dalam ritual
5.
Mendukung komunikasi verbal
Komunikasi non verbal terdiri dari : Kinesics,
Paralanguage, Proxemics , Sentuhan, Cultural artifact, Gaya berjalan,
Penampilan fisik umum.
1.
Kinesics Ekspresi muka, Gesture (gerak,
isyarat, sikap), Gerakan tubuh dan posture, Gerak mata atau kontak mata.
2.
Paralanguage
a.
Kualitas suara : irama, volume,
kejernihan.
b.
Vokal tanpa bahasa : suara tanpa adanya
struktur linguistik, misalnya sedu sedan, tertawa, mendengkur, mengerang,
merintih, hembusan nafas, nafas panjang.
3.
Proxemics
a. Jarak
intim (sampai dengan 18 inchi)
b. Jarak
personal (18 inchi – 4 kaki) untuk interaksi dengan seseorang yang dikenal.
c. Jarak
social (4 kaki – 12 kaki) untuk interaksi mengenai suatu urusan tetapi bukan
orang khusus/tertentu.
d. Jarak
publik (lebih dari 12 kaki) untuk pembicaraan formal.
4.
Sentuhan
Sentuhan
penting dilakukan pada situasi emosional. Sentuhan dapat menunjukkan arti “saya
peduli”. Bentuk – bentuk sentuhan :
a.
Fungsional – professional
b.
Social – sopan
c.
Sahabat – hangat
d.
Cinta – keintiman
e.
Sexual arousal
5.
Cultural artifact
Hal-hal
yang ada dalam interaksi seseorang dengan orang lain yang mungkin bertindak
sebagai rangsang non verbal misalnya :baju, kosmetik, parfum/bau badan,
perhiasan, kacamata, dll.
6.
Gaya berjalan
Beberapa
gaya berjalan menunjukkan pesan tertentu, antara lain cara berjalan yang
bersemangat dan gembira akan menunjukkan seseorang tersebut dalam keadaan
sehat.
7.
Penampilan fisik umum
Kulit
kering, berkerut akan mengkomunikasikan pada kita bahwa orang tersebut sedang
mengalami kekurangan cairan/dehidrasi, pola napas cepat menunjukkan seseorang
sedang merasa cemas.
2.6 APLIKASI
KOMUNIKASI DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN
Komunikasi dalam
Praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Kegiatan
keperawatan yang memerlukan komunikasi meliputi :
A. Timbang
terima/operan;
B.
Interview/ anamnesa;
C.
Komunikasi melalui komputer;
D.
Komunikasi rahasia klien;
E.
Komunikasi melalui sentuhan;
F.
Komunikasi dalam pendokumentasian;
G.
Komunikasi antara perawat dan profesi
kesehatan lainnya;
H. Komunikasi
antara perawat dan pasien, pada saat melakukan tindakan keperawatan atau
pendidikan kesehatan.
Prinsip
yang harus diterapkan oleh perawat pada komunikasi ini adalah:
A.
Hindari komunikasi yang terlalu formal
atau tidak tepat. Ciptakan suasana yang hangat, kekeluargaan.
B.
Hindari interupsi, atau gangguan yang
timbul akibat dari lingkungan yang gaduh.
C.
Hindari respon dengan kata hanya “ya
atau tidak”. Respon tersebut akan mengakibatkan tidak berjalannya komunikasi
dengan baik, karena perawat kelihatan kurang tertarik dengan topik yang
dibicarakan dan enggan untuk berkomunikasi.
D.
Jangan memonopoli pembicaraan.
E.
Hindari hambatan personal. Jika perawat
sebelum komunikasi menunjukkan rasa tidak senang kepada klien, maka keadaan ini
akan berdampak terhadap hasil yang didapat selama proses komunikasi.
2.7 KOMUNIKASI
DALAM HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT – KLIEN
Pada dasarnya
sebelum suatu hubungan terjalin perlu sekali melakukan analisa diri, khususnya
perawat di sini terdapat 4 fokus analisa diri: kesadaran diri, eksplorasi perasaan,
klarifikasi nilai role model dan rasa tanggung jawab Yang akan dibahas hanya
kesadaran diri saja, selebihnya akan dibahas pada hubungan terapeutik
perawat-klien. Seorang Perawat perlu menyadari tentang “siapa dirinya” atau
kesadaran diri, di mana pada tingkatan ini diperlukan komunikasi intrapersonal.
Untuk menuju kesadaran diri diperlukan: mempelajari diri sendiri, belajar dari
orang lain, dan membuka diri, ini secara tidak langsung akan mendorong
seseorang untuk melakukan komunikasi dengan orang lain/ komunikasi
interpersonal. Untuk meningkatkan kesadaran diri perlu dipahami tentang teori
jendela Johari:
Dengan teori tersebut
dapat dijelaskan bahwa:
1. Perubahan
satu kuadran akan mempengaruhi kuadran lain.
2. Individu
yang memiliki pemahaman diri rendah menunjukkan komunikasi yang buruk (gambar
b).
3.
Individu
yang memiliki pemahaman diri tinggi menunjukkan komunikasi yang baik (gambar
a).
Upaya meningkatkan kesadaran diri kadang
menyakitkan dan tidak mudah, khususnya jika ditemukan konflik dengan ideal diri
seseorang. Untuk itulah kita membutuhkan komunikasi sebagai alat. Perawat
disini perlu memahami 4 fokus analisa diri :
1. Kesadaran diri.
Kemampuan seseorang untuk memahami diri
sendiri baik perilaku, perasaan maupun pikirannya sendiri. Kesadaran diri dapat
dilakukan dengan :
a. Mempelajari diri sendiri.
b. Belajar dari orang lain.
c. Membuka diri.
2. Eksplorasi perasaan
Eksplorasi perasaan dilakukan terhadap
hubungan seseorang dengan lingkungan luar/interaksinya dengan orang lain.
Dengan menyadari perasaan kita sebelum bertemu dengan orang lain kita akan
menyadari bahwa kita mungkin merasa cemas, bahwa nanti kecemasan itu akan
membuat kita berkeringat sangat banyak, sehingga kita perlu mengantisipasinya
dengan membawa saputangan misalnya. Bagi perawat, eksplorasi perasaan merupakan
hal yang perlu dilakukan agar perawat terbuka dan sadar terhadap perasaannya
sehingga dia dapat mengontrol perasaanya agar ia dapat menggunakan dirinya
secara terapeutik
3. Klarifikasi nilai.
Nilai adalah konsep dimana seseorang memiliki
standar mengenai hal-hal yg pantas dilakukan (Stuart&Sundeen, 1995).
Klarifikasi nilai perlu dilakukan karena nilai itu bermacam-macam, dan dari
sinilah seorang yang proaktif mendasarkan pemilihan responnya. Pemilihan respon
perlu didasarkan pada nilai, nilai/standar perilaku yg pantas tersebut bila
ditetapkan sebagai prinsip maka nilai akan menjadi pusat kehidupan.
4. Role
model dan rasa tanggung jawab.
Perawat dapat menjadi model apabila perawat
tersebut dapat memenuhi dan memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasi
oleh konflik, distress atau pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta
adaptasi yang sehat. Perawat dituntut dapat bertanggung jawab dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan berdasarkan kode etik yang ditetapkan.
2.8 PENGERTIAN
GAWAT DARURAT
Gawat
Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera
guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun
2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak
mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan
segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak
mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat /
kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.
2.9 KONSEP
DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
A. Klien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba
berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau
anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya misalnya :sumbatan jalan napas atau distress napas, luka tusuk
dada/perut dengan shock dan sesak, hipotensi / shock.
B. Pasien Gawat Darurat
Pasien
yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI
(Acut Miocart Infac).
C. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien
berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Bisanya di
lambangkan dengan label biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.
D. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien
akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien Vulnus
Lateratum tanpa pendarahan.
E. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien
yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan dengan
label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
F. Pasien Meninggal
Label
hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir). Adapun petugas
triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan
petugas triage juga bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan
pasien dan daerah ruang tunggu.
Selain
dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak atau psikologis pada saat
keadaan gawat darurat. Aspek psikologis pada situasi gawat darurat :
1. Cemas
Cemas
sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa
ketakutan, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti
nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala
tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap orang
tidak sama.
2. Histeris
Dalam
penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan akses emosi yang tidak
terkendali. Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri
karena ketakutan yang luar biasa karena suatu kejadian atau suatu kondisi.
3. Mudah marah
Hal ini terjadi apabila
seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa yang harus di perbuat
2.10
KOMUNIKASI DALAM SPGDT (SISTEM
PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU)
SPGDT
(sistem penanggulangan gawat darurat terpadu) adalah suatu sistem pelayanan
penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit, pelayanan
di rumah sakit dan pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada
respon cepat yang menekankan time saving is life saving. yang melibatkan
pelayanan oleh masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, pelayanan
ambulan gawat darurat dan sistem komunikasi.
l Fase
pra rumah sakit
Fase
pelayanan pra rumah sakit adalah pelayanan kepada penderita gawat darurat yang
melibatkat masyarakat atau orang awam dan petugas kesehatan. Pada umunya yang
pertama yang menemukan penderita gawat darurat di tempat musibah adalah masyarakat
yang dikenal oleh orang awam. Oleh karena bermanfaat bila orang awam diberi dan
dilatih pengetahuan dan keterampilan penanggulanganan gawat darurat. Komunikasi
yang dilakukan pada fase pra rumah sakit yaitu dengan meyakinkan warga bahwa
seorang perawat, mengecek kesadaran korban dengan memanggil nama korban,
menghubungi organisasi gawat darurat terdekat untuk pertolongan lanjut ke rumah
sakit.
Contoh
: di jalan terjadi kecelakaan kemudian penderita gawat darurat ditolong
masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan untuk gawat darurat, warga tadi
menolong penderita gawat darurat mengamankan korban di tempat yang lebih aman,
melakukan pertolongan di tempat kejadian seperti menolong menghentikan
pendarahan, kemudian melaporkan korban ke organisasi pelayanan kegwatdaruratan
terdekat, pengangkutan untuk pertolongan lanjut dari tempat kejadian ke rumah
sakit.
l Fase
pelayanan rumah sakit
Fase
pelayanan rumah sakit adalah fase pelayanan yang melibatkan tenagan kesehatan
yang dilakukan di dalam rumh sakit seperti pertolongan di unit gawat darurat.
Komunikasi yang dilakukan pada tahap ini sama dengan komunikasi terapeutik,
tetapi dalam hal ini tindakan yang cepat dan tepat lebih utama dilakukan kepada
korban.
Contoh
: ada korban kecelakaan yang menglami pendarahan masuk ke UGD, perawat
menayakan identitas klien kemudian melakukan pemasangan infus untuk menganti
cairan yang keluar, dengan menjelaskan tujuan pemasangan infus dengan sigkat
dan jelas.
l Pelayanan antar rumah sakit ( rujukan )
Fase
pelayanan antar rumah sakit ( rujukan ) adalah fase pelayanan yang melibatkan
petugas kesehatan dengan petugas kesehatan rumah sakit lain atau rumah sakit
satu dengan rumah sakit yang lain sebagai rujukan. Tindakan ini dilakukan
apabila korban membutuhkan penanganan lebih lanjut tetapi rumah sakit yang
pertama tidak bisa memberi pertolongan sehinga dirujuk ke rumah sakit lain yang
bisa menanggani korban tersebut.
Contoh
: korban kecelakaan parah di bawa ke salah satu rumah sakit tetap dirumahsakit
tersebut tidak terdapat peralatan yng harus digunakan segera untuk pertolongan,
kemudian rumahsakit tersebut menghubungi rumah sakit lain yang lebih cepat
menangani, setelah itu pasien di kirim ke rumah sakit yang telah di hubungi
tadi.
2.11
TUJUAN KOMUNIKASI PADA GAWAT DARURAT
Fungsi
komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antar
perawat dan klien melalui hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha
mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi
tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994). Tujuan komunikasi
terapeutik pada klien gawat darurat menciptakan kepercayaan antara perawat
dengan klien yang mengalami kondisi kritis atau gawat darurat dalam melakakan
tindakan, sehingga klien cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang fatal.
Upaya pelayanan komunikasi medik untuk penangguangan penderita gawat darurat pada
dasarnya pelayanan komunikasi di sektor kesehatan terdiri dari:
1. Komunikasi kesehatan
1. Komunikasi kesehatan
Sistem
komunikasi ini digunakan. untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang
administrative.
2. Komunikasi
medis
Sistem komunikasi ini digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang teknis-medis.
Sistem komunikasi ini digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang teknis-medis.
a.
Tujuan
Untuk
mempermudah dan mempercepat penyampaian dan penerimaan informasi datam
rnenanggulangi penderita gawat darurat.
b. Fungsi komunikasi medis dalam
penanggulangan penderita gawat darurat adalah:
1. Untuk
memudahkan masyarakat dalam meminta pertolongan kesarana kesehatan (akses
kedalam sistim GD)
2. Untuk
mengatur dan membimbing pertolongan medis yang diberikan di tempat kejadian dan
selama perjalanan kesarana kesehatan yang lebih memadai.
3. Untuk
mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darurat dan puskesmas ke rumah
sakit atau antar rumah sakit.
2.12
FASE-FASE DALAM
KOMUNIKASI TERAPEUTIK GAWAT
DARURAT
Fase komunikasi terapeutik terdiri dari 4
fase, yaitu :
1. Fase Pra-Interaksi
Fase pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama
dengan klien. Perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya
sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien
dapat dipertanggungjawabkan. Pra-interaksi :
A.
Eksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri.
B.
Analisa
kekuatan-kelemahan professional.
C.
Dapatkan data
tentang klien jika mungkin.
D.
Rencanakan
pertemuan pertama.
2. Fase
Orientasi
Tahap dimana seorang perawat menggali keluhan-keluhan
yang dirasakan oleh klien atau pasien dengan tanda dan gejala yang lain untuk
memperkuat diagnosa keperawatan. Fase orientasi terdiri dari:
A. Pengenalan
B. Persetujuan Komunikasi
C. Program Orientasi yang meliputi :
- Penentuan batas hubungan
- Pengidentifikasian masalah
- Mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien
- Mengkaji apa yang diharapkan
3. Fase Kerja
Fase kerja ini perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan yang dibuat pada tahap orientasi, perawat juga membantu klien
mengatasi kecemasan, meningkatan kemandirian dan tanggungjawab diri sendiri.
4. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan fase persiapan mental untuk
membuat perencanaan tentang kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan. Dan
juga berfungsi untuk mengantisipasi masalah yang akan timbul. Pada tahap ini
interaksi akan diakhiri.
2.13 PRINSIP KOMUNIKASI GAWAT DARURAT
Ciptakan lingkungan
terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap seperti:
A.
Caring ( sikap pengasuhan yang ditunjukan
peduli dan selalu ingin memberikan bantuan)
B.
Acceptance (menerima pasien apa adanya)
C.
Respect (hormati keyakinan pasien apa
adanya)
D.
Empaty (merasakan perasaan pasien)
E.
Trust (memberi kepercayaan)
F.
Integrity (berpegang pada prinsip
profesional yang kokoh)
G.
Identifikasikan bantuan yang diperlukan
H.
Terapkan teknik komunikasi: terfokus,
bertanya, dan validasi
I.
Bahasa yang mudah dimengerti
J.
Pastikan hubungan profesional dimengerti
oleh pasien/keluarga
K.
Motivasi dan hargai pendapat &
respon klien
L.
Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan
memberikan sebutan yang negatif.
2.14 TEKNIK
KOMUNIKASI GAWAT DARURAT
1.
Mendengar aktif
Adalah konsentrasi aktif dan persepsi
terhadap pesan orang lain yang menggunakan semua indra. Menurut Ellis (1994)
mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada orang lain
bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan dia adalah orang penting.
Mendengarkan juga menunjukkan pesan “anda bernilai untuk saya” dan “saya
tertarik padamu”.
2.
Mendengar pasif
Adalah kegiatan mendengar dengan
kegiatan non verbal untuk klien. Misalnya dengan kontak mata, menganggukkan
kepala dan juga keikutsertaan secara verbal, misalnya “uh huuh”, ‘mmhumm”,
“yeah”.
3.
Penerimaan
Adalah mendukung dan menerima informasi
dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan
bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar
tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut,
perawat harus sadar terhadap ekspresi non verbal. Bagi perawat perlu
menghindari : memutar mata keatas, menggelengkan kepala, menurut/memandang
dengan muka masam pada saat berinteraksi dengan klien.
Beberapa cara untuk menunjukkan penerimaan
(Potter & Perry,1993) :
a. Mendengar
tanpa memotong pembicaraan
b.
Menyediakan umpan balik yang menunjukkan
pengertian
c.
Yakin bahwa tanda non verbal sesuai
dengan verbal
d.
Hindari mendebat, mengekspresikan
keraguan atau usaha untuk merubah pikiran klien.
Tujuh
cara untuk memfasilitasi agar memperoleh kemampuan “penerimaan” (Bolton cit.Rungapadiachy,1999) :
a. Tidak
seorangpun dapat diterima secara sempurna
b. Beberapa
orang cenderung lebih diterima daripada orang lain
c. Tingkat
penerimaan seseorang terus menerus berganti
d. Adalah
sangat alami untuk mempunyai sesuatu yang difavoritkan.
e. Setiap
orang dapat lebih menerima
f. Penerimaan
yang berpura-pura adalah suatu hal yang berbahaya untuk suatu hubungan
interpersonal.
g. Penerimaan
tidak sama dengan persetujuan.
Contoh :
Klien :“Saya
telah melakukan beberapa kesalahan”
Perawat :“Saya
ingin mendengar tentang itu. Tidak apa-apa jika anda ingin mendiskusikan hal
ini dengan saya.”
4. Klarifikasi
Klarifikasi sama denga validasi yaitu
menanyakan pada klien apa yang tidak dimengerti perawat terhadap situasi yang
ada.
Misalnya :
Klien :“Saya seperti patung saja
disini.”
Perawat :“Mari kita lihat apakah saya
mengerti apa yang bapak maksud dengan “patung”.
5. Focusing
adalah kegiatan komunikasi yang
dilakukan untuk membatasi area diskusi sehingga percakapan menjadi lebih
spesifik dan dimengerti (Stuart & Sundeen, 1995).
6. Observasi
Observasi merupakan kegiatan mengamati
klien, kegiatan ini dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu
atau marah.
7. Menawarkan
informasi
Menyediakan tambahan informasi dengan
tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut. Keuntungan dari tehnik ini adalah
akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan dan memfasilitasi
klien untuk mengambil keputusan. Perawat sebaiknya menghindari pemberian nasehat
pada saat pemberian informasi.
8. Diam
(memelihara ketenangan)
Diam dilakukan dengan tujuan untuk
mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat
bersedia untuk menunggu respon.
9. Assertive
Kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang
lain.
Komunikasi
assertive (Smith, 1992) :
a. Mampu
menggunakan berbagai strategi komunikasi untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan diri dengan tertentu yang secara terus menerus melindungi hak diri dan
orang lain.
b. Memiliki
perilaku yang positif mengenai komunikasi dengan jujur/terus terang dan adil.
c. Merasa
nyaman dalam mengontrol perasaan negatif misalnya cemas, tegang, malu atau
takut.
d. Merasa
yakin bahwa anda dapat melakukan sendiri dengan jalan tetap menghormati diri
dan orang lain.
e. Menjaga hak diri dan orang lain sama
pentingnya.
Tahap – tahap menjadi
lebih assertive :
a.
Menggunakan kata “tidak” sesuai
kebutuhan
b.
Mengkomunikasikan maksud dengan jelas
c.
Mengembangkan kemampuan mendengar
d.
Pengungkapan komunikasi disertai bahasa
tubuh yang tepat
e.
Meningkatkan kepercayaan diri dan
gambaran diri
f.
Menerima kritik dengan ramah
g.
Belajar terus menerus
10. Menyimpulkan
a. Membawa
poin – poin penting dari diskusi untuk meningkatkan pemahaman
b. Memberi
kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar sama dengan ide dalam pikiran
(Varcarolis,1990)
11. Giving
recognition (memberi pengakuan/penghargaan.
Memberi penghargaan merupakan tehnik
untuk memberikan pengakuan dan menandakan kesadaran (Schult & Videbeck,1998).
Misalnya, Perawat : “Saya melihat anda
sudah bisa memakai baju dengan rapi hari ini”, “Saya melihat anda tampak segar
dan bersih hari ini”.
12. Offering self (menawarkan diri)
adalah menyediakan diri tanpa respon
bersyarat atau respon yang diharapkan (Schult Videbeck,1998).
Misalnya, Perawat : “Aku akan duduk
menemanimu selama 15 menit.”
13. Offering general leads (memberi petunjuk umum)
Mendukung klien untuk meneruskan (Schult
& Videbeck,1998).
Misalnya : “Dan kemudian?”, “Teruskan…”.
14. Giving broad opening (memberi pertanyaan
terbuka)
Memberikan inisiatif pada klien,
mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan.
Misalnya : “Darimana anda akan
mulai?”Apa yang anda pikirkan pagi ini?”. Kegiatan ini akan bernilai apabila
klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan akan menjadi
non terapeutik apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak respon klien.
15. Placing
the time in time (menempatkan urutan/waktu)
Melakukan klarifikasi antara waktu dan
kejadian atau antara satu kejadian dengan kejadian lain (Schult &
Videbeck,1998). Misalnya : “Hal itu terjadi sebelum atau sesudah?…Apa yang
terjadi sebelumnya?”.
16. Encourage
descrip. of perception (mendukung deskripsi dari persepsi)
Meminta pada klien mengungkapkan secara
verbal apa yang dirasakan atau diterima (Schult & Videbeck,1998). Misalnya
: “Apa yang terjadi?Ceritakan apa yang anda alami?”
17. Encourage
comparison (mendukung perbandingan)
Menanyakan pada klien mengenai kesamaan
atau perbedaan (Schult & Videbeck, 1998). Misalnya: “Apakah hai ini pernah
terjadi sebelumnya? Apakah hal ini mengingatkanmu pada sesuatu hal?”
18. Restating
(mengulang)
Pengulangan pikiran utama yang
diekspresikan klien (Stuart & Sundeen, 1995). Misalnya: “Anda berkata bahwa
ibu Anda meninggalkan Anda saat Anda berumur 5 tahun”. Teknik ini bernilai
terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi, mendukung
klien dan memberikan perhatian terhadap apa yang baru saja dikatakan klien.
Teknik ini juga bisa digunakan pada saat kita akan klarifikasi, misalnya :
Klien: “Saya benci tempat ini. Saya tidak betah di sini!” Perawat: “Anda tidak
ingin ada di sini?”
19. Reflecting
(refleksi)
Mengembalikan pikiran dan perasaan klien
(Schult & Videbeck, 1998). Mengembalikan ide, perasaan dan pertanyaan kepada
klien (Stuart & Sundeen, 1995). Digunakan pada saat klien menanyakan pada
perawat tentang penilaian atau persetujuan. Misalnya: Klien: “haruskah saya
pulang akhir minggu ini?” Perawat: “menurut Anda haruskah Anda pulang akhir
minggu ini?”
20. Exploring
(eksplorasi)
Mempelajari suatu topik lebih mendalam.
Misalnya: “ceritakan pada tentang apa yang telah Anda gambarkan tadi”.
21. Presenting
reality (menghadirkan realitas/ kenyataan)
Menyediakan informasi dengan perilaku
yang tidak menilai. Misalnya: “Saya tidak mendengar seorang pun bicara”, “Saya
adalah yang merawat Anda”, “Ini adalah rumah sakit”.
22. Voucing
doubt (menyelipkan keraguan)
Menyelipkan persepsi perawat mengenai
realitas. Misalnya: “Saya melihat bahwa hal itu sulit untuk dipercaya.” Teknik
ini digunakan pada saat perawat ingin member petunjuk pada klien mengenai
penjelasan lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi
yang dilakukan kepada pasien yang dalam kondisi gawat darurat yaitu dengan
komunikasi seperti komunikasi terapiotik lain, tetapi dalam hal ini yang lebih
di utamakan dalam mengatasi gawat darurat adalah tindakan yang akan diberikan
kepada pasien harus lebih cepat dan tepat. Komunikasi terapeutik yang dilakukan
pada keadaan gawat darurat juga juga perlu untuk memperhatika prinsip dan
teknik untuk mencapai tujuan dari komunikasi dalam keadaan gawat darurat..
3.2 Saran
Diharapkan
kita sebagai calon perawat bisa professional dalam melakukan komunikasi
terapeutik pada saat dilapangan. Sehingga pasien yang kita tangani merasa
nyaman saat kita rawat.
DAFTAR PUSTAKA
Devito,Joseph. 1997. Komunikasi Antar manusia. Jakarta
: Professional Book.
Djuarsa, sasa. 1994. Teori Komunikasi.
Jakarta : Universitas Terbuka
Effendy, Onong. 2000. Ilmu Teori dan Filsafat
Komunikasi. Bandung :
PT.Rosdakarya
Farouk.2004. Praktik Ilmu Komunikasi. Teraju
Komentar